ASUHAN KEPERAWATAN PEMASANGAN
WATER SEALED DRAINAGE (WSD)
DISUSUN OLEH :
ü Achmad Rizqi Rustiansyah
DOSEN PEMBIMBING :
HILI AULIA,S.Kep,Ners
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA HUSADA
PALEMBANG TAHUN
2013
KATA
PENGANTAR
Assalamualaikum,Wr.Wb.
Alhamdullilah kita
panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat dan
karunia-Nyalah kita diberikan nikmat kesehatan hingga sampai sekarang ini. Dan
tak lupa pula shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita Nabi
besar Muhammad SAW, beserta para sahabat-sahabat-Nya, pengikut-pegikutnya hingga
akhir zaman. Dimana yang telah mengajarkan iman dan islam kepada kita, sehingga
kita dapat menikmati indahnya keimanan dan Islam.
Alhamdulillah kami
dapat menyelesaikan tugas makalah
Asuhan Keperwatan
Pemasangan Water Sealed Drainage (WSD) ini, yang diberikan kepada kami sebagai tugas pembelajaran
mata kuliah Sistem Respirasi II.
Dalam penulisan
dan penyusuan kata-kata pada tugas ini masih banyak kesalahan penulisan, untuk
itu kami selaku penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
dari semua pambaca demi kesempurnaan makalah ini di masa yang
akan datang.
Akhir kata semoga makalah
ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Palembang, Maret 2013
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................. ii
BAB I – PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 1
1.3 Tujuan .......................................................................................... 2
BAB
II - TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 3
2.1 Pengertian..................................................................................... 3
2.2 Anatomi Fisiologi......................................................................... 4
2.3 Etiologi ........................................................................................ 5
2.4 Manifestasi Klinis ........................................................................ 5
2.5 Patofisiologi ................................................................................. 5
2.6 Tempat Pemasangan WSD........................................................... 6
2.7 Komplikasi ................................................................................... 12
2.8 Penatalaksanaan............................................................................ 12
BAB III - ASUHAN KEPERAWATAN ................................................ 14
BAB IV
- PENUTUP ................................................................................ 22
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Bernapas merupakan aktivitas yang penting bagi manusia.
Tubuh memerlukan suplai oksigen yang cukup untuk proses metabolisme. Jika
terjadi gangguan pada saluran pernapasan misalnya saluran pernapasan terisi
oleh zat lain seperti cairan, maka pertukaran gas akan terganggu. Oleh karena
itu perlu dilakukan tindakan untuk membantu mengembalikan fungsi normal saluran
pernapasan, salah satunya adalah dengan pemasangan WSD (Water Seal Drainage).
Kebutuhan pemasangan WSD (Water Seal Drainage) misalnya, pada trauma (luka tusuk di dada),
biasanya disebabkan oleh benda tajam, bila tidak mengenai jantung, biasanya
dapat menembus rongga paru-paru. Mekanisme penyebabnya bisa satu tusukan kuat
ataupun satu gerakan mendadak yang hebat. Akibatnya, selain terjadi peradarahan
dari rongga paru-paru, udara juga akan masuk ke dalam rongga paru-paru. Oleh
karena itu, paru-paru pada sisi yang luka akan mengempis. Penderita nampak
kesakitan ketika bernapas dan mendadak merasa sesak dan gerakan iga disisi yang
luka menjadi berkurang (Kartono, M. 1991).
Untuk itu dalam makalah ini kelompok akan menjelaskan
tentang asuhan keperawatan pemasangan WSD (Water
Seal Drainage) dan diharapkan bisa membantu mahasiswa, tenaga kesehatan dan
masyarakat umum untuk lebih memahami tentang masalah WSD (Water Seal Drainage).
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimanakah
asuhan keperawatan yang
harus diberikan kepada pasien dengan pemasangan WSD (Water Seal Drainage)?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
Menjelaskan
asuhan keperawatan yang
harus diberikan kepada pasien dengan pemasangan WSD (Water Seal Drainage)
1.3.2
Tujuan Khusus
·
Menjelaskan definisi WSD (Water Seal Drainage)
·
Menjelaskan tujuan pemasangan WSD (Water Seal Drainage)
·
Menjelaskan indikasi dari pemasangan WSD (Water Seal Drainage)
·
Menjelaskan Kontraindikasi dari pemasangan WSD (Water Seal Drainage)
·
Menjelaskan komplikasi dari pemasangan WSD (Water Seal Drainage)
·
Menjelaskan macam-macam dari WSD (Water Seal Drainage)
·
Menjelaskan prosedur pemasangan WSD (Water Seal Drainage)
·
Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan pemasangan
WSD (Water Seal Drainage)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian WSD
Tindakan WSD (Water Seal Drainage) atau
yang disebut juga dengan “Chest-Tube” (pipa dada) adalah suatu usaha untuk
memasukkan kateter ke dalam rongga pleura dengan maksud untuk mengeluarkan
cairan yang terdapat di dalam rongga pleura, seperti misalnya pus pada empiema atau
untuk mengeluarkan udara yang terdapat di dalam rongga pleura, misalnya
pneumotoraks. Bedanya dengan tindakan pungsi atau torakosintesis adalah kateter
dipasang pada dinding toraks dalam waktu yang lama dan di hubungkan dengan
suatu botol penampung.
Dengan perkataan lain pemasangan WSD
adalah pemasangan kateter pada rongga toraks untuk mengeluarkan cairan atau
udara dari cavum pleura. Pada prinsipnya cairan dengan viskositas yang tinggi,
seperti darah atau eksudat yang mengental dan nanah, tidak mungkin dapat
dikeluarkan dengan tindakan tindakan pungsi. Pengeluaran cairan dengan
viskositas yang tinggi ini dari cavum pleura hanya dapat dilakukan dengan
pemasangan WSD. Demikian pula pada keadaan ventil pneumotoraks, dimana untuk
mencegah terjadinta sesak nafas berat yang disebabkan oleh karena meningginya
tekanan intratoraks, maka diperlukan pemasangan WSD. Ada pula pendapat yang
mengatakan bahwa terdapatnya pneumotoraks yang besar merupakan indikasi
perlunya pemasangan WSD. Hal ini ats pertimbangan bahwa paru akan tetap
menguncup dalam waktu yang cukup lama.( Carpenito, Juall , 2000, hlm 663)
WSD merupakan tindakan invasive yang
dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura,
rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.(Susilo,
2008, Kumpulan Materi Kuliah, http://tutorialkuliah.wordpress.com/author/rumahbisniss/, 2 Maret 2013, Prg 1)
2.2 Anatomi Fisiologi
1.
Anatomi Dada
Dada terdiri atas
tiga komponen yaitu mediastinum, rongga pleura kanan, dan rongga pleura kiri.
Tiap rongga pleura dilapisi oleh membrane tipis dan licin yang disebut pleura
parietal. Membrane yang sama meliputi paru-paru disebut pleura visceral.
Lapisan yang tipis berupa cairan dengan volume total sampai 5ml bertindak
sebagai pelumas antara pleura parietal dan viscelar, memungkinkan cairan itu
bergerak dengan halus setiap kali bernapas. Karena dua lapisan pleura saling
bersentuhan, area pleura menjadi area ‘potensial’. Bila area antara membrane
ini menjadi area ‘aktual’, paru-paru akan kolaps.
2.
Tekanan Pleura
Dalam rongga dada,
paru-paru disokong oleh tekanan pleura negative. Tekanan negative ini dibuat
oleh dua kekuatan yang berlawanan. Pertama, kecenderungan dinding dada untuk
mengembang ke depan dan ke belakang. Kedua adalah kecenderungan jaringan
alveolar elastic untuk berkontraksi. Analoginya adalah terdapat dua lapisan
mikroskopik yang saling mengikat tetesan air yang diletakkan di antaranya.
Seseorang tak dapat menarik bagian lapisan karena adanya tekanan permukaan
cairan.
Bandingkan kedua
paru-paru dengan dengan kedua lapisan itu. Satu lapisan adalah lapisan
visceral, lainnya pleura parietal. Tetesan air adalah cairan pleura. Sesuai
dengan analoginya, upaya kekuatan yang berlawanan untuk menarik pleura pada
arah yang berbeda. Tekanan negative yang terjadi mengikat paru-paru dengan
kencang pada dinding dada, mencegah paru-paru kolaps. Selama inspirasi, tekanan
intrapleural menjadi lebih negative. Pada ekspirasi, tekanan menjadi kurang
negative.
3. Efek
Pernapasan pada Tekanan Intrapleura
Ketika kita bernapas,
proses ini berpengaruh pada organ yang berada di dalamnya sehingga akan merubah
tekanan intrapleural.
Efek pernapasan pada tekanan intrapleural:
Fase istirahat
: -5 cm H2O
Inspirasi
: -6 sampai dengan 12 cmH2O
Ekspirasi
: -4 sampai dengan 8 cmH2O
Semua gas bergerak
dari area yang tekanannya lebih tinggi ke tekanan lebih rendah. Selama inspirasi,
rongga dada membesar karena kontraksi diafragma. Hal ini meningkatkan area
paru-paru dan menyebabkan tekanan intrapleural turun sampai ke bawah tekanan
atmosfer. Udara mengalir dari tekanan relative tinggi di atmosfir ke area
tekanan rendah di paru-paru. Selama ekspirasi, proses ini kebalikannya. Recoil
difragma akan menurunkan area dalam rongga dada dan menekan paru-paru. Tekanan
intrapleural kini lebih tinggi dari tekanan atmosfer, menyebabkan udara
bergerak ke luar paru-paru. Setelah otot pernapasan rileks, tekanan antara
udara luar dan paru-paru sama. Karena tekanan sama, maka tidak ada udara
bergerak.
2.3 Etiologi
Membuang udara, cairan atau darah dari area pleura.
Mengembalikan tekanan negatif pada area pleura.
Mengembangkan kembali paru yang kolaps/ kolaps sebagian.
Mencegah reflux drainase kembali ke dalam dada.
Membuang udara, cairan atau darah dari area pleura.
Mengembalikan tekanan negatif pada area pleura.
Mengembangkan kembali paru yang kolaps/ kolaps sebagian.
Mencegah reflux drainase kembali ke dalam dada.
2.4 Manifestasi Klinis/ Tanda Dan Gejala
1.
Dispnea, Takipnea
2.
Kesulitan pernafasan
3.
Gelisah, cemas
4.
Takhikardi
5. Ekspansi
dada tak simetris
2.5 Patofisiologi
Pada orang normal cairan dironga pleura
sebanyak 1-20 ml. Jumlah cairan di rongga pleura tetap karena adanya
keseimbangan antara produksi (oleh pleura
parietalis) dan absorbsi (oleh pleura
visceralis). Keseimbangan ini terjadi karena adanya tekanan hidrostatis
pleura parietalis sebesar 9cm H2O dan tekanan asmotik koloid pleura
visceralis 10cm H2O. Akuumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila:
1.
Tekanan osmotic koloid menurun
MISAL: HIPOALBUMIN
2.
Bartambahnya:
a.
Permeabilitas kapiler (Radang, Neoplasma)
b.
Tekanan Hidrostatik (Gagal Jantung)
c.
Tekanan negative intra pleura (Atelektasis)
Analisa cairan pleura :
Transudat :
Jernih kuning
Silothoraks :
Putih sperti susu
Empiema :
Kental dan Keruh
Empiema Anaerob :
Bau busuk
Malignan Messothelioma :
Sangat kental dan berdarah
2.6 Tempat Pemasangan WSD
a. Bagian apex paru (apical)
-
anterolateral interkosta ke 1-2
-
fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura
b. Bagian basal
-
postero lateral interkosta ke 8-9
-
fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura
Gambar pemasangan WSD
Indikasi Pemasangan Wsd :
• Hemotoraks, efusi pleura
• Pneumotoraks ( > 25 % )
• Profilaksis pada pasien trauma
dada yang akan dirujuk
• Flail chest yang membutuhkan
pemasangan ventilator
Cara Pemasangan Wsd
1. Tentukan tempat pemasangan,
biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris anterior dan media.
2. Lakukan analgesia / anestesia
pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub
kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis.
4. Masukkan Kelly klemp melalui
pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut
untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.
5. Masukkan selang ( chest tube )
melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps
6. Selang ( Chest tube ) yang
telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada
7. Selang ( chest tube )
disambung ke WSD yang telah disiapkan.
8. Foto X- rays dada untuk
menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
Ada
Beberapa Macam WSD :
a. Sistem satu botol
Merupakan sistem drainase dada yang paling sederhana.
Terdiri dari botol steril rapat udara yang berisi 100 ml air steril atau
saline. Bagian penutup botol memiliki dua lubang. Selang udara yang pendek
merupakan lubang udara, yang memungkinkan udara dari ruang pleura keluar dan
untuk mencegah tekanan yang terbentuk pada rongga pleura. Satu lubang dengan
ujung selang yang panjang masuk ke air sekitar 2 cm, sehingga ia bertindak
sebagai water seal. Ujung selang tersebut dihubungkan ke tubing drainase dada
pasien. Botol bertindak sebagai ruang pengumpul dan ruang water seal. Undulasi pada sistem mengikuti irama
pernafasan, meningkat saat inspirasi dan turun saat ekspirasi.
Keuntungan sistem satu botol :
-Penyusunan sederhana
-Mudah untuk pasien untuk yang dapat jalan
Kerugian sistem satu botol :
-Saat drainase dada mengisi botol, lebih banyak kekuatan
diperlukan untuk memungkinkan udara dan cairan pleura untuk keluar dari rongga
dada masuk kebotol.
-Campuran darah drainase dan udara menimbulkan campuran
busa dalam botol yang membatasi garis pengukuran drainase.
-Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih
tinggi dari tekanan botol.
b. Sistem dua botol
Pada sistem dua botol, botol pertama sebagai wadah
penampung dan yang kedua bertindak sebagai water seal. Botol pertama bersambungan dengan selang drainase. Botol
ini mulanya kosong dan hampa udara. Selang udara yang pendek pada botol pertama
bersambungan dengan selang yang panjang pada botol kedua, yang menimbulkan
water seal pada botol kedua. Cairan dari ruang pleura mengalir masuk kedalam botol
pertama dan udara dari ruang pleura ke water seal pada botol kedua.
Keuntungan sistem dua botol :
-Mempertahankan water seal pada tingkat konstan.
-Memungkinkan observasi dan pengukuran drainase yang
lebih baik
Kerugian sistem dua botol :
-Untuk terjadinya aliran, tekanan pleura harus lebih
tinggi dari tekanan botol.
c. Sistem dua botol dengan suction
Sistem dua botol dapat disambungkan ke suction. Botol
pertama selain menampung drainase juga bertindak sebagai water seal
seperti sistem satu botol. Botol kedua merupakan botol pengontrol
suction. Lubang untuk atmosfir ditempatkan pada botol kedua. Sistem ini memliki
keuntungan dari suction tetapi memiliki kerugian peningkatan tekanan dari
tingkat water seal ketika drainase meningkat.
d. Sistem tiga botol
Pada sistem tiga botol, botol pertama menampung drainase
dari ruang pleura, botol kedua bertindak sebagai water seal dan botol ke tiga
merupakan botol pengontrol suction. Pada sistem ini yang penting kedalaman
selang dibawah air pada botol ketiga dan bukan jumlah penghisap di
dinding yang menentukan jumlah penghisapan yang diberikan pada
selang dada. Jumlah penghisap di dinding yang diberikan pada botol ke tiga
harrus cukup untuk menciptakan putaran lembut gelembung udara dalam botol. Gelembung
kasar menyebabkan kehilangan air, mengubah tekanan penghisap dan meningkatkan
tingkat kebisingan dalam ruangan.
Keuntungan sistem tiga botol :
- Memungkinkan akumulasi drainase dan keakuratan
pencatatan jumlah drainase
- Tingkat water seal stabil
- Suction terkontrol
Kerugian sistem tiga botol :
- Lebih kompleks, lebih banyak kesempatan untuk
terjadinya kesalahan dalam pemeliharaan dan perakitan.
- Ambulasi dan transfer pasien sulit dan beresiko.
e. Sistem drainase sekali pakai ( pleur evac)
Sistem tiga ruang yang memiliki ruang drainase, water
seal dan suction yang terpisah. Banyak fasilitas kesehatan menggunakan drainase pleur evac sebagai ganti
sistem tiga botol.
Keuntungan drainase pleur evac :
-Bahan dari plastik sehingga tidak mudah pecah seperti botol
-Bersifat disposible, bentuk tunggal, ringan dan mudah
dibawa-bawa.
Kerugian drainase pleur evac :
-Harga mahal
-Kehilangan water seal dan keakuratan pengukuran drainase
bila unit terbalik.
Perawatan
yang perlu dilakukan :
• Fiksasi chest tube pada dinding
dada dan fiksasi semua sambungan selang dengan baik.
• Awasi chest tube supaya tidak
terlipat atau tertekuk
• Catat tanggal dan waktu
pemasangan WSD dan jenis WSD yang digunakan.
• Cek level water seal chamber
dan suction control chamber
•Perhatikan gelembung udara pada
water seal.
• Monitor tanda – tanda vital dan
status pernafasan.
• Perhatikan dan catat cairan
drainase yang keluar, jumlah dan konsistensinya.
• Rawat luka drainase.
2.7 Komplikasi
a. Komplikasi primer : perdarahan,
edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia
b. Komplikasi sekunder : infeksi,
emfiema
c. Komplikasi lainnya : laserasi ( yang
mencederai organ: hepar, lien), perdarahan, empisema subkutis, tube terlepas,
tube tersumbat
2.8 Penatalaksanaan
Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar
prosedur dapat dilaksanakan dengan baik , dan perawat memberi dukungan moril
pada pasien.
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya
pada sela iga ke IV dan V, di linea aksilaris anterior dan media
2. Lakukan analgesia / anestesia pada
tempat yang telah ditentukan
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah
dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis
4. Pada saat inspirasi:
1. Tekanan dalam paru-paru > kecil
dibanding tekanan yang ada di dalam WSD
2. Paru- paru mengembang
Note:
Apabila menggunakan WSD tipe satu botol, saat inspirasi cairan biasanya akan
tertarik ke atas, namun tidak sampai masuk kembali ke rongga pleura karena
adanya gaya gravitasi dan perbedaan sifat cairan yang lebih berat daripada udara.
5. Pada saat ekspirasi: Tekanan dalam
paru- paru > besar dibanding tekanan yang ada di dalam WSD
6. Masukkan Kelly klem melalui pleura
parietalis kemudian disebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut. untuk
memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru
7. Masukkan selang (chest tube) melalui
lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps
8. Chest tube yang telah terpasang,
difiksasi dengan jahitan di dinding dada
9. Chest tube disambung ke WSD yang telah
disiapkan
10.
Foto X-ray dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1. Anamnesa
1.Identitas Pasien
Terdiri dari nama,
umur, suku bangsa, agama, pendidikan, dan pekerjaan.
1.Keluhan Utama
1.Keluhan utama merupakan keluhan yang
paling utama dirasakan pasien
2.Biasanya pada pasien dengan efusi
pleura didapatkan keluhan berupa : sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama
pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif, sedangkan pada
pneumothorak
3.Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat yang
menceritakan perjalanan penyakit pasien hingga pasien dibawa ke rumah sakit.
4.Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang
dulu pernah diderita klien yang berhubungan dengan penyakit yang diderita
pasien sekarang.
5.Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang
mungkin diderita oleh anggota keluarga pasien yang disinyalir sebagai penyebab
penyakit pasien sekarang. Contohnya: Ca paru, TBC, dll.
6.Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan
pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana respon
pasien terhadap tindakan pengobatan yang dilakukan terhadap dirinya.
3.1.2.
Pemeriksaan Fisik
1.Tanda-tanda vital meliputi: tekanan
darah, suhu, nadi, dan RR.
2.Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji,
apakah composmentis, apatis, somnolen, sopor atau koma. Bagaimana penampilan
pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, bagaimana
mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
3.ROS (Review of System)
B1
(Breath)
1.Kaji ada tidaknya kesulitan bernafas
seperti adanya keluhan sesak
2.Batuk (produktif atau tidak produktif,
secret, warna, konsistensi, bau)
3.Irama nafas pasien (teratur/tidak
teratur), takipnea
4.Adanya peningkatan kerja nafas,
penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal
5.Fremitus fokal
6.Perkusi dada : hipersonor
7.Pada inspeksi dan palpasi dada tidak
simetris
8.Pada kulit terdapat sianosis, pucat,
krepitasi subkutan
9.Selain itu kaji riwayat penyakit paru
kronik, peradangan, infeksi paru, tumor, biopsi paru.
B2
(Blood)
1.Taki kardi, irama jantung tidak teratur
( disaritmia )
2.Suara jantung III, IV, galop / gagal
jantung sekunder
3.Hipertensi / hipotensi
4.CRT untuk mengetahui tingkat perfusi
perifer, normalnya < 3 detik
5.Akral : hangat, panas, dingin, kering
atau basah
B3
(Brain)
1.Tentukan GCS pasien
2.Tentukan adanya keluhan pusing,
3.Lamanya istirahat/tidur, normal
kebutuhan istirahat tiap hari adalah sekitar 6-7 jam.
4.ada tidaknya gangguan pada nerves
pendengaran, penglihatan, penciuman.
5.Kaji adanya nyeri, tentukan skala nyeri
pasien, lokasi nyeri misallnya nyeri dada sebelah kanan, frekuensi nyeri
(serangan datang secara tiba-tiba), nyeri bertambah saat bernapas, nyeri
menyebar ke dada, badan dan perut dan hal-hal lain yang berhubungan dengan
nyeri yang dirasakan pasien
B4
(Bladder)
Kaji
beberapa hal yang berhubungan dengan system perkemihan, meliputi:
1.Keluhan kencing : nocturia, poliuria,
disuria, oliguria, anuria, retensi, inkontinensia
2.Produksi urine tiap hari, warna, dan
bau. Produksi urine normal adalah sekitar 500cc/hari dan berwarna kuning bening
3.Keadaan kandung kemih : membesar atau
tidak, adanya nyeri tekan
4.Intake cairan tiap hari, pemberiannya
melalui oral atau parenteral. Intake cairan yang normal setiap hari adalah
sekitar 1 liter air.
5.Kaji ada tidaknya penggunaan alat bantu
kateter
B5
(Bowel)
1. Kaji keadaan mulut pasien: bersih,
kotor atau berbau
2. Keadaan mukosa: lembab, kerig,
stomatitis
3. Tenggorokan : adanya nyeri menelan,
pembesaran tonsil, nyeri tekan
4. Keadaan abdomen: tegang, kembung atau
ascites
5. Adanya nyeri tekan, ada tidaknya luka
bekas operasi
6. Peristaltic usus tiap menitnya
7. Frekuensi BAB tiap hari da
konsistensinya (keras, lunak, cair atau berdarah)
8. Nafsu makan, adanya diet makanan dan
porsi makan tiap hari
B6
(Bone)
1. Tentukan pergerakan sendi pasien
(bebas, terbatas)
2. Kaji adanya kelainan ekstermitas,
kelainan tualang belakang dan fraktur
3. Keadaan kulit: ikteri, siaonis,
kemerahan atau hiperglikemi
4. Keadaan turgor kulit
3.1.3.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
2. Darah lengkap dan kimia darah
3. Bakteriologis
4. Analisis cairan pleura
5. Pemeriksaan radiologis
6. Biopsi
3.1.4
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola pernapasan yang
berhubungan dengan immobilitas, tekanan dan nyeri.
2. Nyeri dada b.d factor-faktor biologis
(trauma jaringan) dan factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
3. Resiko infeksi b.d terpasangnya benda
asing dalam tubuh
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi,
aturan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan informasi.
3.1.5
Intervensi
1.Ketidakefektifan pola pernapasan yang
berhubungan dengan immobilitas, tekanan dan nyeri.
Kemungkinan
dibuktikan oleh : dispneu, takipneu, perubahan kedalaman pernapasan, penggunaan
otot aksesori, gangguan pengembangan dada, sianosis.
Tujuan
: pola nafas efektif
Kriteria
hasil :
a.
Menunjukkan pola napas normal/efektif
b.
Bebas sianosis dan tanda gejala hipoksia
Intervensi
:
Intervensi
|
Rasional
|
Pertahankan posisi
nyaman, biasanya peninggian kepala tempat tidur (head up)
|
Meningkatkan
inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada sisi yang
tak sakit.
|
Bila selang dada
dipasang :
a. Periksa
pengontrol penghisap, batas cairan
b. Observasi
gelembung udara botol penampung
c. Klem
selang pada bagian bawah unit drainase bila terjadi kebocoran
d.
Awasi pasang surutnya air penampung dan water seal
e.
Catat karakter/jumlah drainase selang dada.
|
Mempertahankan
tekanan negative intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan
ekspansi paru optimum dan/ atau drainase cairan
Gelembung udara
selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari pneumothorak. Naik turunnya
gelembung udara menunjukkan ekspansi paru
Mengisolasi lokasi
kebocoran udara pusat system
Fluktuasi (pasang
surut) menunjukkan perbedaan tekanan inspirasi dan eksprirasi
Berguna dalam
menevaluasi perbaikan kondisi/terjadinya komplikasi atau perdarahan yang
memerlukan upaya intervensi
|
Berikan oksigen
melalui kanul/masker, latih napas dalam dan batuk efektif
|
Alat dalam
menurunkan kerja napas; meningkatkan penghilangan distress respirasi dan
sianosis b.d hipoksemia.
|
Perawatan :
Observasi pola
napas dan komplikasi
|
Agar pasien tercukupi
oksigennya dan pola napasnya efektif, serta untuk mencegah terjadinya
komplikasi yang bias memperparah kondisi klien
|
2.
Nyeri dada b.d faktor-faktor biologis (trauma jaringan) dan
factor-faktor fisik (pemasangan selang dada)
Kemungkinan
dibuktikan dengan : RR dan nadi meningkat, raut wajah pasien seperti menahan
rasa sakit, pasien merasa tidak nyaman
Tujuan
: kenyamanan pasien terpenuhi
Kriteria
hasil: - nyeri berkurang bahkan hilang
-
RR dan nadi kembali normal yaitu 16-20x/menit dan 60-100x/menit
Intervensi :
Intervensi
|
Rasional
|
-
Berikan tehnik relaksasi distraksi
|
Mengalihkan
perhatian apsien terhadap rasa nyerinya sehingga nyeri pasien berkurang
|
-
Jika nyeri tidak berkurang,kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat analgesik
|
Mengurangi
tingakt nyeri yang dirasakan pasien
|
Observasi
skala nyeri setelah intervensi yang telah dilakukan
|
Sebagai
evaluasi terhadap interensi yang telah dilakukan dan untuk merencanakan
intervensi selanjutnya
|
3.
Resiko infeksi b.d terpasangnya benda asing dalam tubuh
Kemungkina
dibuktikan oleh: adanya inflamasi didaerah yang terpasang WSD, suhu tubuh
meningkat, nyeri pada daerah yang terpasang WSD
Tujuan
: tidak terjadi infekasi pada pasien
Kriteria
hasil : - tidak terjadi infalamsi pada daerah yang terpasang WSD
-
Tidak timbul rasa nyeri
-
Suhu tubuh normal (36,5-37,5)
Intervensi
:
Intervensi
|
Rasional
|
Rawat daerah yang
terpasang WSD secara teratur
|
Untuk menjaga
kebersihan daerah yang terpasang WSD sehingga dapat meminimalisir peluang
terjadinya infeksi.
|
Ajarkan kepada
keluarga untuk merawat daerah WSD dan instruksikan untuk merawatnya secara
teratur
|
Untuk melindungi
tubuh dari resiko infeksi
|
Ajarkan pasien
tehnik mencuci tangan yang benar
Ajarkan kepada
pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan ruang pasien
Ajarkan kepada
pasien dan keluarga tanda/gejala infeksi dan kapan harus melaporkan ke pusat
kesehatan
|
Mencegah
kontaminasi lingkungan terhadap pasien yang dapat emmicu terjadinya infeksi
Mendeteksi adanya
infeksi sedini mungkin sehingga dapa segera dilakukan tindakan agar infeksi
tidak semakin parah
|
Kolaborasikan untuk
member antibiotik jika diperlukan
|
Mengendalikan
factor pemicu infeksi
|
Batasi jumlah
pengunjung jika diperlukan
|
Meminimalkan pemicu
infeksi
|
4.
Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang terpajan informasi.
Kemungkinan
dibuktikan dengan : pasien sering bertanya, ketidakakuratan mengikuti
instruksi, pasien tampak gelisah.
Tujuan
: pengetahuan pasien dapat terpenuhi
Kriteria
hasil: - pasien mengungkapkan pemahaman tentang kondisi/ proses penyakit dan
rencana pengobatan
-
Pasien berpartisipasi dalam program pengobatan
Intervensi
:
Intervensi
|
Rasional
|
Berikan peran aktif
pasien/ orang terdekat dalam proses belajar, misalnya: diskusi, partisipasi
kelompok
|
Belajar
ditingkatkan bila individu secara aktif berperan
|
Berikan informasi
tertulis dan verbal sesuai indikasi. Masukkan daftar artikel dan buku yang
berhubungan dengan kebutuhan pasien/ keluarga dan dorong membaca dan
memdiskusikan apa yang mereka pelajari
|
Membantu pasien dan
orang terdekat membuat pilihan berdasarkan informasi tentang masa depan.
|
Informasikan kepada
pasien tentang efek-efek pemasangan WSD
|
Mengurangi ras
cemas pasien akibat terpasangnya alat di tubuhnya
|
Tinjau ulang
pengetahuan pasien akan penyakit dan proses pengobatannya
|
Mengetahui
keefektifan intervensi yang telah dilakukan
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
WSD
merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan
(darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung untuk mempertahankan tekanan negatif rongga
tersebut. Dalam keadaan normal rongga pleura memiliki tekanan negatif dan hanya
terisi sedikit cairan pleura / lubrican.
Tujuan pemasangan WSD
antara lain :
- Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak
- Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
- Mengembangkan kembali paru yang kolaps
- Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
- Mengalirkan / drainage udara atau cairan dari rongga pleura untuk mempertahankan tekanan negatif rongga tersebut
4.2 Saran
Jika nyeri tidak
berkurang,kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian obat analgesic, saat
pasien sudah dipersilakan untuk rawat jalan Ajarkan kepada keluarga untuk
merawat daerah WSD dan instruksikan untuk merawatnya secara teratur. Berikan
informasi tertulis dan verbal sesuai indikasi. Masukkan daftar artikel dan buku
yang berhubungan dengan kebutuhan pasien/ keluarga dan dorong membaca dan
memdiskusikan apa yang mereka pelajari.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Anonymous. 2008.
www.asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com , Diakses 2 Maret 2013 Jam 21.27
WIB
Ø Anonymous. 2008. www.contoh-askep.blogspot.com
, Diakses pada 2 Maret2013 Jam 21.16 WIB
Ø Carpenito, Lynda
Juall.2000.Sistem Pernapasan.EGC:Jakarta
Ø Muttaqin, Arif, 2008. Asuhan
Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Salemba Medika:
Jakarta
Ø http://tutorialkuliah.wordpress.com/2008/12/12/water-seal-drainage-wsd/, Diakses 3 Maret 2013 jam 21.22
WIB